Yogyakarta – Dosen dan Mahasiswa Program Studi Informatika, Program Magister Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII) mengikuti JASSO Short Exchange Program 2024. Mereka melakukan magang riset laboratorium di Computer Science and Electrical Engineering Department, Kumamoto University, Jepang selama 6 bulan sejak Oktober 2024 hingga Maret 2025.
Kedua orang tersebut adalah Hanson Prihantoro Putro, dosen Informatika UII yang sedang mengikuti studi Doktoral di ITS Surabaya, dan Achmad Bauravindah, mahasiswa Magister Informatika FTI UII yang saat ini sedang menempuh semester 3.
Ketua Program Studi Informatika Program Magister FTI UII Irving Vitra Paputungan mengatakan kegiatan tersebut dilakukan untuk pengembangan riset dan edukasi, serta pengembangan jejaring kolaborasi antara UII dengan Universitas Kumamoto.
“Melalui kerjasama ini, diharapkan UII dan Universitas Kumamoto dapat saling mendukung dalam mencapai tujuan akademik dan penelitian yang lebih baik,” kata Irving, Rabu (23/10/2024).
Menurutnya, beberapa alasan penting dalam kerjasama ini antara lain dapat meningkatkan kualitas riset dan pendidikan di kedua universitas melalui pertukaran pengetahuan dan pengalaman. Serta adanya kolaborasi untuk dapat mendorong inovasi dan penelitian bersama yang relevan dengan isu-isu global, memperluas dampak riset yang dilakukan.
Di samping itu, kolaborasi internasional sering kali juga dapat membuka akses pada sumber pendanaan yang lebih besar untuk proyek riset. Kemudian, membangun jejaring kolaborasi yang kuat akan memperkuat posisi kedua universitas di tingkat global, serta memfasilitasi kegiatan akademik dan penelitian yang lebih luas.
Adapun detail kegiatannya meliputi kegiatan perkuliahan dari Universitas Kumamoto selama 1 semester. Serta mengikuti riset di laboratorium dengan tema penelitian Algorithm Laboratory di bawah supervisi Profesor Masayoshi Aritsugi untuk mendukung tesis dan disertasi yang sedang dijalankan.
“Mereka juga mengikuti kegiatan budaya yang diselenggarakan oleh kampus dan kota Kumamoto,” ucapnya.
Sementara Achmad Bauravindah menceritakan soal tantangan yang dihadapi saat studi ke Jepang. Menurutnya, studi di Jepang menawarkan banyak peluang bagi mahasiswa internasional, namun tidak lepas dari berbagai tantangan.
“Salah satu tantangan terbesar adalah bahasa. Meskipun banyak universitas di Jepang menawarkan program dalam bahasa Inggris, kemampuan berbahasa Jepang sangat penting untuk berinteraksi dengan masyarakat lokal dan memahami nuansa budaya,” ujarnya.
“Mahasiswa yang tidak menguasai bahasa Jepang mungkin mengalami kesulitan dalam berkomunikasi sehari-hari, baik di lingkungan akademik maupun sosial,” sambung Achmad.
Tantangan lainnya adalah terkait perbedaan budaya. Jepang memiliki budaya yang sangat berbeda dari negara lain seperti soal norma dan nilai-nilai sosial, etika kerja, kesopanan, dan cara berinteraksi.
Perbedaan budaya tersebut sering kali menjadi hal yang membingungkan bagi mahasiswa asing. Adaptasi terhadap perbedaan ini memerlukan waktu dan usaha, serta kesediaan untuk belajar dan menghargai tradisi lokal.
Selain itu, tantangan lainnya adalah soal kemandirian yang sering kali menuntut mahasiswa untuk menjadi lebih mandiri. Apalagi sistem pendidikan di Jepang dikenal cukup ketat dan menuntut mahasiswa sering kali merasakan tekanan untuk berprestasi tinggi dan memenuhi ekspektasi dosen serta orang tua.
Jika tidak dikelola dengan baik, hal ini bisa menyebabkan stres dan kelelahan. Sehingga penting bagi mahasiswa untuk menemukan cara-cara untuk mengelola tekanan tersebut.
“Kesimpulannya, meskipun studi di Jepang menawarkan banyak keuntungan, tantangan-tantangan ini perlu dihadapi dengan kesiapan mental dan keterampilan adaptasi yang baik. Memanfaatkan sumber daya yang tersedia, seperti program dukungan mahasiswa internasional, dapat membantu dalam mengatasi kesulitan ini. Dengan pendekatan yang tepat, pengalaman belajar di Jepang dapat menjadi salah satu fase paling berharga dalam hidup seorang mahasiswa,” pungkasnya.